Mahasiswa Undika Temukan Alat Deteksi Dini Longsor

Cetak
Image

Guna mengurangi korban jiwa akibat tanah longsor yang terjadi tiba-tiba, mahasiswa Universitas Dinamika (Undika) jurusan sistem komputer, Badrut Tamam, membuat alat peringatan dini tanah longsor dengan menggunakan transmisi LoRa (long range).

Alat ini diperagakan dalam acara pameran tugas akhir (TA) S1 Teknik Komputer, Selasa, 18 Februari 2020.

Tamam mengatakan, alat peringatan buatannya ini mempunyai dua rancangan. Pada rancangan pertama terdapat sensor yang digunakan untuk mengukur tingginya curah hujan, dan sensor wire extensometer yang digunakan untuk mengukur pergeseran tanah.

"Alat ini memiliki indikator lampu dan buzzer yang digunakan sebagai penanda bila terjadi curah hujan tinggi dan adanya pergeseran tanah," jelas mahasiswa asli Gresik ini.

Tamam menjelaskan, dalam medeteksi tanah longsor, dirinya mengunakan empat indikator lampu untuk mengetahui adanya bahaya longsor.

Lampu berwarna putih menjadi indikator kondisi aman, di mana jika curah hujan rendah dan pergesaran tanah rendah. “Berikutnya, siaga 1, lampu akan menyala hijau jika curah hujan tinggi dan pergeseran tanah rendah," jelas Tamam.

Indikator berikutnya, lampu berwarna kuning, berarti curah hujan rendah pergeseran tanahnya tinggi. Sedangkan jika lampu berwarna merah menyala, tandanya curah hujan tinggi dan pergeseran tanah tinggi.

"Artinya itu sudah siaga tiga, sebaiknya untuk berjaga-jaga agar tidak ada korban jiwa. Masyarakat diimbau mengungsi saat lampu berwarna kuning atau siaga dua," ujarnya.


Dalam perancangan alat ini, Tamam menggunakan transmisi LoRa dengan frekuensi radio. Sehingga masyarakat dapat mengetahui kondisi status tingginya curah hujan dan pergeseran tanah secara real time dari jarak jauh.

Mahasiswa kelahiran 25 Oktober 1996 ke depannya akan mengembangkan alat ini dengan teknologi Android, agar bisa dicek di mana pun dan bisa diakses banyak orang.

"Saat ini mungkin bisanya hanya ditaruh di balai desa atau tempat semacamnya untuk melakukan pemantauan. Ke depannya ingin mengembangkan ke Android," harapnya.

Sementara, Heri Praktikno, selaku dosen membimbing mahasiswa mengungkapkan, akan mendaftarkan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hak kekayaan intelektual (HKI).

"Agar alat ini dapat berkontribusi, pertama kami akan daftarkan HaKI dan HKI nya dulu. Supaya alat ini benar jadi hak paten mahasiswa untuk lebih dikembangkan," tandas Heri Pratikno.

Indikator berikutnya, lampu berwarna kuning, berarti curah hujan rendah pergeseran tanahnya tinggi. Sedangkan jika lampu berwarna merah menyala, tandanya curah hujan tinggi dan pergeseran tanah tinggi.

"Artinya itu sudah siaga tiga, sebaiknya untuk berjaga-jaga agar tidak ada korban jiwa. Masyarakat diimbau mengungsi saat lampu berwarna kuning atau siaga dua," ujarnya.

Dalam perancangan alat ini, Tamam menggunakan transmisi LoRa dengan frekuensi radio. Sehingga masyarakat dapat mengetahui kondisi status tingginya curah hujan dan pergeseran tanah secara real time dari jarak jauh.

Mahasiswa kelahiran 25 Oktober 1996 ke depannya akan mengembangkan alat ini dengan teknologi Android, agar bisa dicek di mana pun dan bisa diakses banyak orang.

"Saat ini mungkin bisanya hanya ditaruh di balai desa atau tempat semacamnya untuk melakukan pemantauan. Ke depannya ingin mengembangkan ke Android," harapnya.

Sementara, Heri Praktikno, selaku dosen membimbing mahasiswa mengungkapkan, akan mendaftarkan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hak kekayaan intelektual (HKI).

"Agar alat ini dapat berkontribusi, pertama kami akan daftarkan HaKI dan HKI nya dulu. Supaya alat ini benar jadi hak paten mahasiswa untuk lebih dikembangkan," tandas Heri Pratikno.


Berita ini telah tayang di Ngopibareng

repost oleh PR Undika Surabaya (Lathifiyah)


690 kunjungan